1.
EXAMPLE
NON EXAMPLE
Model Pembelajaran Example Non Example atau juga
biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang
menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar
dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk
belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang
agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi
singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran
Example Non Example ini lebih menekankan
pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas
tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek
psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti :
o Kemampuan berbahasa tulis dan lisan
o Kemampuan analisis ringan
o Kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya
Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan
gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah
poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh,
sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
·
Ciri-ciri
Metode
Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk
belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari
melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah
melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.
Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan
definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
·
Kelebihan
dan Kekurangan.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain:
o
Siswa
berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas
pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
o
Siswa
terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk
membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example
o
Siswa
diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu
konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih
terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan
pada bagian example.
·
Kebaikan:
o
Siswa
lebih kritis dalam menganalisa gambar.
o
Siswa
mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
o
Siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
·
Kekurangan:
o
Tidak
semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
o
Memakan
waktu yang lama.
·
Langkah-langkah
:
1)
Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan
melalui OHP
3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada
siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil
diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil
diskusinya
6) Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai
menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7) Kesimpulan
2. PICTURE AND PICTURE
Model
Pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model
pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan
gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif,
Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu
menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif
setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu
menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus
menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat
menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang
dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar
sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama
dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam
bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT
dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.
·
Menurut Johnson & Johnson, prinsip dasar
dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:
1)
Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2)
Setiap anggota kelompok (siswa) harus
mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3)
Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4)
Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi.
5)
Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
6)
Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
·
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran
Picture and Picture adalah sebagai berikut:
1)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2)
Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian
materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan
momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat
dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian
siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam
pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang
materi yang dipelajari.
3)
Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar
kegiatan berkaitan dengan materi.
Dalam
proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh
temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa
akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan
selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar
dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4)
Guru menunjuk/memanggil siswa secara
bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar
yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.
5)
Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan
gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6)
Dari alasan/urutan gambar tersebut guru
memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.
7)
Kesimpulan/rangkuman.
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran
·
Kelebihan:
1)
Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing
siswa.
2)
Melatih berpikir logis dan sistematis.
3)
Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan
sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam
praktik berpikir,
4)
Mengembangkan motivasi untuk belajar yang
lebih baik.
5)
Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan
pengelolaan kelas
·
Kekurangan:
1)
Memakan banyak waktu.
2)
Banyak siswa yang pasif.
3)
Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan
dikelas.
4)
Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja
sama dengan yang lain
5)
Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya
yang cukup memadai
3.
NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa
dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian
besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi
pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran
kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan
para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
·
Tiga
tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu
(Ibrahim):
1)
Hasil
belajar akademik stuktural.
Bertujuan
untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2)
Pengakuan
adanya keragaman.
Bertujuan
agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3)
Pengembangan
keterampilan social.
Bertujuan
untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
·
Kelebihan:
1)
Setiap
siswa menjadi siap semua
2)
Dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3)
Siswa
yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
·
Kelemahan:
1)
Tidak
terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang
lama..
2)
Tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
·
Tiga
langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen
dalam Ibrahim (2000: 29):
1) Pembentukan kelompok.
2) Diskusi masalah.
3) Tukar jawaban antar kelompok.
Langkah-langkah
tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah
sebagai berikut:
1)
Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2)
Pembentukan
kelompok
Dalam
pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
3)
Tiap
kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
4)
Diskusi
masalah
Dalam
kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang
bersifat umum.
5)
Memanggil
nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
6)
Memberi
kesimpulan
Guru
bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
·
Ada
beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa
yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000:
18), antara lain adalah:
1)
Rasa harga
diri menjadi lebih tinggi
2)
Memperbaiki
kehadiran
3)
Penerimaan
terhadap individu menjadi lebih besar
4)
Perilaku
mengganggu menjadi lebih kecil
5)
Konflik
antara pribadi berkurang
6)
Pemahaman
yang lebih mendalam
7)
Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8)
Hasil
belajar lebih tinggi
4.
COOPERATIVE SCRIPT
·
Langkah-langkah:
1)
Guru
membagi siswa untuk berpasangan.
2)
Guru
membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)
Guru dan
siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
4)
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5)
Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6)
Kesimpulan
guru.
·
Kelebihan:
1)
Melatih
pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2)
Setiap
siswa mendapat peran.
3)
Melatih
mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
·
Kekurangan:
1)
Hanya
digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2)
Hanya
dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya
sebatas pada dua orang tersebut).
·
Prinsip
Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:
1) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui
bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas
dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
4) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi.
5) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
6) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
·
Ciri
Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1)
Siswa
dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.
2)
Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.
3)
Penghargaan
menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
5. STUDENT
TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Model
pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif.
Semua model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas
bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman
dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
·
Menurut
wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4-5
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau
suku yang berbeda (heterogen).
·
Johnson
(dalam Etin Solihatin, 2005:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja
sama.
·
Slavin (
dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama
ini.
1) Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus
dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima
kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.
2) Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar, berfikir, memecahkan masalah dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
·
Langkah Model Pembelajaran STAD
Langkah
|
Indikator
|
Tingkah laku guru
|
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
|
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Menyajikan informasi
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar
Membimbing kelompok belajar
Evaluasi
Memberikan penghargaan
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi
dasar
yang akan dicapai serta memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa
Guru menginformasikan pengelompokkan siswa
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberi penghargaan hasil belajar
individual dan kelompok
|
Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin
dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu
dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah
heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui diskusi dan kuis.
·
Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007)
antara lain :
1) Guru
membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
2) Guru
menyajikan pelajaran.
3) Guru
memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok
4) Peserta
didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok lainnya
sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
5) Guru
memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan
peserta didik tidak boleh saling membantu.
6) Guru
memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin tertinggi.
7) Guru
memberikan evaluasi.
8) Penutup.
Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang
didapatkan oleh kelompok
dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.
Sumbangan
poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan
pada
tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD
Skor Kuis
|
Poin peningkatan
|
Lebih dari 10 point di bawah skor dasar
1-10 point di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar
|
5
10
20
30
30
|
Catatan:
Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar
(Sumber:Slavin,
1995 dalam Parlan, 2006:17)
Skor
kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan
yang
diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin
peningkatan
anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan
kelompok
diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok
Kriteria
|
Nilai
Perkembangan
|
Excellent
The best teams
Good teams
General teams
|
22,6 –
30
15,1 –
22,5
7,6 –
15,0
≥7,5
|
(Sumber:
Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)
·
Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD
Menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006:26):
1) Meningkatkan
kecakapan individu
2)
Meningkatkan kecakapan kelompok
3)
Meningkatkan komitmen
4)
Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
5)
Tidak bersifat kompetitif
6)
Tidak memiliki rasa dendam
·
Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu:
1) Konstribusi
dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
2) Siswa
berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang
pandai lebih dominan.
6.
MIND MAPPING
Mind
mapping merupakan cara untuk menempatkan
informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind
mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti
halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok
masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa
merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita
akan pergi dan dimana kita berada. Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute
yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian
rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal
sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada
menggunakan teknik mencatat biasa..
Mind
mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran,
adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar.
Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif.
Dikategorikan
ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan
pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah
membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat
mind mapping, dia akan semakin kreatif.
Konsep
Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik
ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah
ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide
sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan
ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut.
Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki.
Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan
untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.
Mind
mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan
seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian
kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat
hingga 78%.
Dari
uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan
potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya
keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur
dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara
verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak
dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran
yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena
berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya.
Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada
saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam
proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar
siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004.
Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci
sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah
kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan
hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus
agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis
begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat
kepentingan dari masing-masing garis. Model pembelajaran Mind Mapping sangat
baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif
jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).
·
Langkah-langkah
pembelajarannya :
1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah
kelompok berpasangan dua orang.
4) Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu
menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar
sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya.
5) Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak
menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa
sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang
kiranya belum dipahami siswa.
7) Kesimpulan/penutup.
·
Prinsip Dasar Mind Mapping
Mind
Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci
bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan
teknik pohon.
·
Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan mind mapping:
o Manfaat:
1)
Merencana
2)
Berkomunikasi
3)
Menjadi
Kreatif
4)
Menghemat
Waktu
5)
Menyelesaikan
Masalah
6)
Memusatkan
Perhatian
7)
Menyusun
dan Menjelaskan Fikiran-fikiran
8)
Mengingat
dengan lebih baik
9)
Belajar
Lebih Cepat dan Efisien
10)
Melihat
gambar keseluruhan
o Kelebihan
1)
Cara ini
cepat
2)
Teknik
dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda
3)
Proses
mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
4)
Diagram
yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
o Kekurangan
1)
Hanya
siswa yang aktif yang terlibat
2)
Tidak
sepenuhnya murid yang belajar
3)
Jumlah
detail informasi tidak dapat dimasukkan
7.
MAKE A MATCH
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat
ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada
saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa
dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil
menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang
bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan.
Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan
dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri.
Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang
dipelajari.
Ternyata suatu penelitian telah membuktikan
setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siwa tenyata dengan
pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini
tampak pada pencapaian nilai akhir siswa .
Rendahnya
pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang
dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup
penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk
mengukur keterampilan siswa .
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun
suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat
mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya
.Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam
pembelajaran dengan metode make a match.
Model pembelajaran
kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan
bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim
(2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus
pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang
meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30)
Model pembelajaran
kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan
yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna meningkatkan
partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode
pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan
salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini
dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya
diberi poin.
·
Langkah-langkah penerapan metode make a match
sebagai berikut:
1) Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2) Setiap
siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3) Tiap
siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap
siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang
kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang
bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara”
.
5) Setiap
siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6) Jika
siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7) Setelah
satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8) Siswa
juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
9) Guru
bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh
beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka,
proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih
antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada
saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu
ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30)
bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”
·
Kelebihan
1) Mampu
menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2) Materi
pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3) Mampu
meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara
klasikal 87,50% .
4) Suasana
kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
5) Kerjasama
antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
·
Kelemahan:
1) Diperlukan
bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2) Waktu
yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main
dalam proses pembelajaran.
3) Guru
perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4) Pada
kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul
adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja
kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi
jika gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan
menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’
dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita
memotivasinya pada langkah pembukaan.
8. THINK
PAIR SHARE (TPS)
Strategi think pair
share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagai adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa.
Strategi think pair
share ini berkembang dari penelitian
belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman
dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan
bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak
waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang
menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih
banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan
think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
·
Langkah-langkah
1)
Berpikir ( thinking )
Guru
mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan
meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban
atau masalah.
2)
Berpasangan ( pairing )
Selanjutnya
guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka
peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika
suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus
yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5
menit untuk berpasangan.
3)
Berbagi ( sharing )
Pada
langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan
kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan
dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan
mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo,
(2003).
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan
metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model
pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga
belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan
pembelajaran.
·
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang
ingin dicapai.
2) Siswa diminta untuk berfikir tentang
materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya.
5) Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan
pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan
para siswa.
·
Kelebihan
TPS (Think-Pair-Share)
1) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
2) Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas
sederhana.
3) Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi
masing-masing anggota kelompok.
4) Interaksi lebih mudah.
5) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
6) Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain
serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di
depan kelas.
7) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.
8) Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan
menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil.
9) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah,
memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan
yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan
kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan.
10) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak
langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh
kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
11) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena
bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan
dalam memecahkan masalah.
12) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena
menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari
2 orang.
13) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan
hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
14) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa
dalam proses pembelajaran.
15) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk
mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal
pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum
guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
16) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh
guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir
pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa
tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar
mereka.
17) Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran
TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar
siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
18) Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran
dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya
mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh
guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar,
metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan
metode konvensional.
19) Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam
model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa
tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang
disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang
disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab
semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
20) Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM
adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS
perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga
pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
21) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa
untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar
berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika
pendapatnya tidak diterima.
·
Kelemahan
TPS (Think-Pair-Share)
1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari
berbagai aktivitas.
2) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan
ruangan kelas.
3) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil
dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat
membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang
terbuang.
4) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
5) Lebih sedikit ide yang muncul.
6) Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
7) Menggantungkan pada pasangan.
8) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat
pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.
9) Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan
dengan pelaksanaannya.
10) Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak
diterapkan di sekolah.
11) Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru,
waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.
12) Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat
kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak
13) Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan
cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah
secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
14) Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata
kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas.
15) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
16) Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa
percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.
9. ARTIKULASI
.Model
pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai,
artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan
model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima
pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model
pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif
dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang
masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman
kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat
diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
·
Langkah-langkah:
1) Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru
menyajikan materi sebagaimana biasa.
3) Untuk
mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4) Menugaskan
salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari
guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian
berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5) Menugaskan
siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6) Guru
mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7) Kesimpulan/penutup.
·
Kelemahannya:
1) Untuk
mata pelajaran tertentu
2) Waktu
yang dibutuhkan banyak
3) Materi
yang didapat sedikik
4) Banyak
kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
5) Lebih
sedikit ide yang muncul
6) Jika
ada perselisihan tidak ada penengah
·
Kelebihannya:
1) Semua
siswa terlibat (mendapat peran)
2) Melatih
kesiapan siswa
3) Melatih
daya serap pemahaman dari orang lain
4) Cocok
untuk tugas sederhana
5) Interaksi
lebih mudah
6) Lebih
mudah dan cepat membentuknya
7) Meningkatkan
partisipasi anak
10. ROLE PLAYING
Metode Role Playing adalah suatu cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan
siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Tujuan pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk:
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk:
(a) menerangkan suatu peristiwa yang di
dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih
baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat
dihayati oleh anak;
(b) melatih anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan
(c) melatih anak-anak agar mereka dapat
bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
Bermain peran pada prinsipnya merupakan
pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke
dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian
dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap .
Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan
kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran
tersebut. Pembelajaran ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam
‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Dalam role playing murid diperlakukan sebagai
subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya
dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi
tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid
(Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran PKn standar kompetensi memahami
kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih
berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah,
melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan
sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif
berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari
(Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa
adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)
·
langkah-langkah:
1) Guru
menyiapkan scenario pembelajaran
2) Menunjuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut
3) Pembentukan
kelompok siswa
4) Penyampaian
kompetensi
5) Menunjuk
siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
6) Kelompok
siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon
7) Presentasi
hasil kelompok
8) Bimbingan
penyimpulan dan refleksi.
·
Kelebihan
1) Melibatkan
seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya
dalam bekerja sama.
2) Siswa
juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar.:
3) Siswa
bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
4) Permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
5) Guru
dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
6) Dapat
berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan
pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
7) Sangat
menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh
antusias
8) Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
9) Dapat
menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik
butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
10) Dimungkinkan
dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka
kesempatan bagi lapangan kerja
·
Kelemahan
1) Metode
bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak
2) Memerlukan
kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini
tidak semua guru memilikinya
3) Kebanyakan
siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan
tertentu
4) Apabila
pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja
dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran
tidak tercapai
5) Tidak
semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini
11. GROUP
INVESTIGATION
Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam
metode Group Investigation terdapat
tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atauknowledge, dan dinamika kelompok
atau the dynamic of the learning group,
(Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa
memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan
adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan
sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta
saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin
(1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan
metode Group Investigation adalah:
1) Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam
mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan
memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari
berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan
informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2) Rencana Kooperatif.
Siswa
bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan,
siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek
mereka di dalam kelas.
3) Peran Guru.
Guru
menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok
memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya
dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru
yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto,
2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman
atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih
topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang
telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan
kelas.
·
Langkah-Langkah:
Langkah-langkah
penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1) Seleksi topik
Para
siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan
menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups)
yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam
jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2) Merencanakan kerjasama
Para
siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan
tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah
dipilih dari langkah 1 diatas.
3) Implementasi
Para
siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran
harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas
dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat
di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4) Analisis dan sintesis
Para
siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah
3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik
di depan kelas.
5) Penyajian hasil akhir
Semua
kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang
telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok
dikoordinir oleh guru.
6) Evaluasi
Guru
beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap
pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa
secara individu atau kelompok, atau keduanya.
·
Tahapan-tahapan:
Enam
Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigationdapat
dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam
kelompok.
|
Guru
memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan
mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
|
Tahap II
Merencanakan tugas.
|
Kelompok
akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan
dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
|
Tahap III
Membuat penyelidikan.
|
Siswa
mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan
mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi
masalah kelompok.
|
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
|
Setiap
kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
|
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir.
|
Siswa
mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
|
Tahap VI
|
Soal
ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
|
·
Ciri-Ciri:
Model
pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-ciri, yakni
sebagai berikut:
1)
Pembelajaran
kooperatif dengan metode Group
Investigationberpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai
fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
2)
Pembelajaran
yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa
dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok
memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam
memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi
kelompok.
3)
Pembelajaran
kooperatif dengan metode Group
Investigationsiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat
dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
4)
Adanya
motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
5)
Pembelajaran
kooperatif dengan metode Group
Investigationsuasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok
dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki
keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman
lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
·
Kelebihan:
1)
Pembelajaran
dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
2)
Penerapan
metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation mempunyai pengaruh
positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3)
Pembelajaran
yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa
dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
4)
Model
pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
5)
Memotivasi dan mendorong
siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap
akhir pembelajaran.
·
Kelemahan:
Model
pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks dan
sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan
waktu yang lama.
12. BERTUKAR PASANGAN
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).
Jadi ,model pembelajaran cooperative learning
adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling
membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan
potensi siswa secara maksimal.dan menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.,
Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.
·
Ciri-Ciri:
Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam
Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
1) Siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3) Bila
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.
4) Penghargaan
lebih berorientasi pada individu.
·
Langkah-langkah:
1) Siswa
dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya
atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2) Guru
memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3) Setelah
selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
4) Kedua
pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5) Temuan
baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
6) Kesimpulan.
7) Penutup.
·
Kelebihan:
1) Setiap
siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2) Menghilangkan
kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3) Mendorong
siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4) Tercipta
suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran
menempati jam terakhir pun, siswa tetap antusias belajar.
·
Kelemahan:
1) Ada
siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila
kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya
, lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2) Ada
siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada temannya untuk
mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.
13. SNOWBALL THROWING
Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran siswa Pkn, model Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.
Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat
kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis,
bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik
yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian,
tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka
harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan lingkungan pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan lingkungan pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
·
Langkah-langkah:
1)
Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2)
Guru membentuk kelompok-kelompok dan
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang
materi.
3)
Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh
guru kepada temannya.
4)
Kemudian masing-masing siswa diberikan satu
lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5)
Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola
dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6)
Setelah siswa mendapat satu bola / satu
pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang
tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7)
Guru memberikan kesimpulan.
8)
Evaluasi.
9)
Penutup.
·
Kelebihan:
1) Melatih
kesiapan siswa.
2) Saling
memberikan pengetahuan.
·
Kekurangan:
1) Pengetahuan
tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2) Tidak
efektif.
14. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Model Pembelajaran Student Facilitator
and Explaining merupakan model pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar
mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Model
pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan
ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu pembelajaran pada apresiasi drama akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara aktif ikut serta baik itu dalam kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi sastra sebagai pelakunya.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu pembelajaran pada apresiasi drama akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara aktif ikut serta baik itu dalam kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi sastra sebagai pelakunya.
·
Langkah-langkah:
1)
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/KD.
2)
Guru
mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
3)
Memberikan
kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui
bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4)
Guru
menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5)
Guru
menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6)
Penutup
·
Kelebihan:
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
·
Kekurangan:
1) Adanya pendapat yang sama sehingga hanya
sebagian saja yang tampil.
2) Banyak siswa yang kurang aktif
15. COURSE
REVIEW HORAY
Model
pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa
yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau
yel-yel lainnya yang disukai.
Jadi,
model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam
kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena
dalam model pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab
pertanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore”
ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu
siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi,
dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian
pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar
harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar
pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka
seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay
menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada
pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara
pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran
Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran dalam rangka
pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan
soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu
mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui
Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan
masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
·
Langkah-Langkah:
1)
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
Guru
menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab
3)
Guru
membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
4)
Untuk
menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan
kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.
5)
Guru
membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau
kotak yang nomornya disebutkan guru.
6)
Setelah
pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru
dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7)
Bagi yang
benar,siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung berteriak horay atau
menyanyikan yel-yelnya.
8)
Nilai
siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9)
Guru
memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak
memperoleh horay.
10) Penutup
·
Kelebihan:
1)
Pembelajarannya
menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
2)
Pembelajarannya
tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak
menegangkan.
3)
Siswa
lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
4)
Melatih
kerjasama
·
Kelemahan:
1)
Siswa aktif
dan pasif nilainya disamakan
2)
Adanya
peluang untuk curang
16. COURSE
REVIEW HORAY
Model
pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa
yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau
yel-yel lainnya yang disukai.
Jadi,
model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam
kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik.
Karena dalam model pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat
menjawab pertanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata
“hore” ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun
individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi,
dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian
pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar
harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar
pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka
seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay
menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada
pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara
pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran
Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran dalam rangka
pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan
soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu
mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui
Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
·
Langkah-Langkah:
1)
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
Guru
menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab
3)
Guru
membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
4)
Untuk
menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan
kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.
5)
Guru
membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau
kotak yang nomornya disebutkan guru.
6)
Setelah
pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru
dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7)
Bagi yang
benar, siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung berteriak horay atau
menyanyikan yel-yelnya.
8)
Nilai
siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9)
Guru
memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak memperoleh
horay.
10) Penutup
·
Kelebihan:
1)
Pembelajarannya
menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
2)
Pembelajarannya
tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
3)
Siswa
lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
4)
Melatih
kerjasama
·
Kelemahan:
1)
Siswa aktif
dan pasif nilainya disamakan
2)
Adanya
peluang untuk curang
17. EXPLICIT
INSTRUCTION
Pembelajaran
langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah.
Model
Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa
dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut
Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga
mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping
student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step
fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction
model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai
tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab
yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan
kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan,
memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau
keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung ini
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik,
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct
instruction model was specifically designed to promote student learning of
procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can
be taught in a step-by-step fashion.”
Lebih lanjut Arends (2001:265)
menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five
steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice,
feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful
orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and
task-oriented.” Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27),
bahwa suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima
fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)
pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang
keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latiham mandiri.
·
Prinsip
Pembelajaran
ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah
demi langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
·
Langkah-langkah:
1)
Menyampaikan
tujuan dan mempersiapkan siswa.
2)
Mendemonstrasikan
pengetahuan dan ketrampilan.
3)
Membimbing
pelatihan.
4)
Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik.
5)
Memberikan
kesempatan untuk latihan lanjutan
·
Sintaknya:
1)
Sajian
informasi kompetensi,
2)
Mendemontrasikan
pengetahuan dan ketrampilan procedural,
3)
Membimbing
pelatihan-penerapan,
4)
Mengecek
pemahaman dan balikan,
5)
Penyimpulan
dan evaluasi,
6)
Refleksi.
·
Kelebihan:
1)
Siswa
benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2)
Semua
siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
·
Kekurangan:
1)
Memerlukan
waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2)
Untuk
mata pelajaran tertentu.
18. CIRC
(Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan
bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif
–kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap
siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling
mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas
(task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama.
Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar
pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu
adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat
(learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar
hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
·
Langkah-langkah:
1) Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2) Guru
memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3) Siswa
bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4) Mempresentasikan/membacakan
hasil kelompok.
5) Guru
dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6) Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
1) Fase
Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu
konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
2) Fase
Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk
mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan
fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan
terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian
dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase
ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal
siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit.
Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan
reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi
sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk
diujikannya.
3) Fase
Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan
itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil
pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan
barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima
kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
·
Kelebihan:
1) Pengalaman
dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan
anak.
2) Kegiatan
yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;
3) Seluruh
kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak
didik akan dapat bertahan lebih lama.
4) Pembelajaran
terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) Pembelajaran
terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) Pembelajaran
terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis,
optimal dan tepat guna.
7) Menumbuhkembangkan
interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap
gagasan orang lain.
8) Membangkitkan
motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar
(Saifulloh, 2003).
·
Kekurangan:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat
dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak
dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain
yang menggunakan prinsip menghitung.
19. WORD SQUARE
Model pembelajaran Word Square merupakan
pengembangan dari metode ceramah yang diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi
melalui pengelompokkan metode ceramah yang diperkaya yang berorientasi kepada
keaktifan siswa dalam pembelajaran sebagaimana disebutkan oleh Mujiman (2007)
Model
Pembelajaran Word Square merupakan
model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian
dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip seperti mengisi
Teka-Teki Silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada namun disamarkan
dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf/angka penyamar atau
pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran.Tinggal
bagaimana Guru dapat memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat
merangsang siswa untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka pengecoh bukan
untuk mempersulit siswa namun untuk melatih sikap teliti dan kritis.
Word
Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang dapat
dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini merupakan
kegiatan belajar mengajar dengan cara guru membagikan lembar kegiatan atau
lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diajarkan.
Instrument
utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau
kalimat yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom yang
telah disediakan.
·
Langkah-Langkah:
1)
Guru
menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh.
3) Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam
kotak sesuai jawaban secara vertikal, horizontal maupun diagonal.
4)
Berikan
poin setiap jawaban dalam kotak.
·
Kelebihan:
1)
Kegiatan tersebut
mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2)
Melatih
untuk berdisiplin.
3)
Dapat
melatih sikap teliti dan kritis.
4)
Merangsang
siswa untuk berpikir efektif.
Model
pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan penguat siswa terhadap materi yang
disampaikan. Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari
jawaban dalam lembar kerja. Dan tentu saja yang ditekankan disini adalah dalam
berpikir efektif, jawaban mana yang paling tepat.
·
Kekurangan:
1)
Mematikan
kreatifitas siswa.
2)
Siswa
tinggal menerima bahan mentah
3)
Siswa
tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan atau potensi yang
dimilikinya.
Dalam
model pembelajaran ini siswa tidak dapat mengembangkan kreativitas
masing-masing, dan lebih banyak berpusat pada guru. Karena siswa hanya menerima
apa yang disampaikan oleh guru, dan jawaban dari lembar kerja pun tidak
bersifat analisis, sehingga siswa tidak dapat menggali lebih dalam materi yang
ada dengan model pembelajaran word square ini.
20. TIME TOKEN
Model
pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan
pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis
adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus
mengalami sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu.
Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama.
Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan
untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
·
Langkah-Langkah:
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2) Guru
mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3) Guru
memberi tugas pada siswa.
4) Guru
memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap
siswa.
5) Guru
meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi
komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah
bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh
bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya
habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
6) Guru
memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk membacakan puisi secara bergiliran dan siswa yang lain mengomentari puisi yang dibaca siswa dengan menggunakan kupon berbicara)
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk membacakan puisi secara bergiliran dan siswa yang lain mengomentari puisi yang dibaca siswa dengan menggunakan kupon berbicara)
·
Kelebihan:
1)
Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif
dan partisipasinya.
2)
Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam
sama sekali
3)
Siswa menjadi aktif dalam kegiatan
pembelajaran
4)
Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
(aspek berbicara)
5)
Melatih siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya.
6)
Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling
mendengarkan, berbagi, memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik
7)
Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat
orang lain.
8)
Guru dapat berperan untuk mengajak siswa
mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
9)
Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
Kekurangan Model Time Token Arends
10) Hanya
dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
11) Tidak
bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
12) Memerlukan
banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses pembelajaran, karena semua siswa
harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
13) Siswa
yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran
Model
Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat
digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time token digunakan agar siswa aktif bertanya dalam berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara misalnya 30 detik, diharapkan siswa secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time token digunakan agar siswa aktif bertanya dalam berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara misalnya 30 detik, diharapkan siswa secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.
·
Langkah-Langkah:
1) Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2) Guru
mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL).
3) Tiap
siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon. Tiap
siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
4) Bila
telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap tampil
berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa
lainnya.
5) Siswa
yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang
kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
SUMBER:
https://teguhtdodo.wordpress.com/2014/08/02/41-macam-model-metode-pembelajaran-efektif/
SUMBER:
https://teguhtdodo.wordpress.com/2014/08/02/41-macam-model-metode-pembelajaran-efektif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar