Minggu, 13 November 2016

METODE PEMBELAJARAN



1.    EXAMPLE NON EXAMPLE

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.  Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti :
o   Kemampuan berbahasa tulis dan lisan
o   Kemampuan analisis ringan
o   Kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya
Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
·        Ciri-ciri 
Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

·         Kelebihan dan Kekurangan.

Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain:
o    Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
o    Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example
o    Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
·   Kebaikan:
o   Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
o   Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
o   Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
·   Kekurangan:
o   Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
o   Memakan waktu yang lama.

·         Langkah-langkah :
1)    Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2)    Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3)    Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk      memperhatikan/menganalisa gambar
4)    Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat    pada kertas
5)    Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6)    Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7)    Kesimpulan

2.    PICTURE AND PICTURE
Model Pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.                 
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.

·         Menurut Johnson & Johnson, prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:
1)         Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2)         Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3)         Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4)         Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5)         Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6)         Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
·         Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:
1)         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2)         Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3)         Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4)         Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.
5)         Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6)         Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.
7)         Kesimpulan/rangkuman.
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran

·         Kelebihan:
1)         Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2)         Melatih berpikir logis dan sistematis.
3)         Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir,
4)         Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
5)         Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas

·         Kekurangan:
1)         Memakan banyak waktu.
2)         Banyak siswa yang pasif.
3)         Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas.
4)         Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
5)         Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai




3.    NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

·         Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu (Ibrahim):
1)    Hasil belajar akademik stuktural.
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2)    Pengakuan adanya keragaman.
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar  belakang.
3)    Pengembangan keterampilan social.
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat  orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

·         Kelebihan:

1)         Setiap siswa menjadi siap semua
2)         Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3)         Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

·         Kelemahan:

1)         Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..
2)         Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

·         Tiga langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29):
1)    Pembentukan kelompok.
2)    Diskusi masalah.
3)    Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut:
1)    Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2)    Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
3)    Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
4)    Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
5)    Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
6)    Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
·         Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah:
1)         Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2)         Memperbaiki kehadiran
3)         Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4)         Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5)         Konflik antara pribadi berkurang
6)         Pemahaman yang lebih mendalam
7)         Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8)         Hasil belajar lebih tinggi

4.    COOPERATIVE SCRIPT
  Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
·         Langkah-langkah:

1)         Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2)         Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)         Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4)         Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5)         Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6)         Kesimpulan guru.

·         Kelebihan:
1)         Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2)         Setiap siswa mendapat peran.
3)         Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
·         Kekurangan:
1)         Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2)         Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

·         Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:
1)    Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2)    Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3)    Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
4)    Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5)    Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6)    Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

·         Ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1)         Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2)         Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.
3)         Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.


5.    STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
·             Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).
·             Johnson (dalam Etin Solihatin, 2005:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama.
·             Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama ini. 
1)    Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.
2)    Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar, berfikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

·         Langkah Model Pembelajaran STAD
Langkah
Indikator
Tingkah laku guru
Langkah 1






Langkah 2


Langkah 3



Langkah 4




Langkah 5



Langkah 6
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa





Menyajikan informasi


Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar

Membimbing kelompok belajar



Evaluasi



Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar
yang akan dicapai serta memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi kepada siswa

Guru menginformasikan pengelompokkan siswa


Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi pembelajaran yang telah dilaksanakan
Guru memberi penghargaan hasil belajar
individual dan kelompok

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis.

·         Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain :
1)    Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
2)    Guru menyajikan pelajaran.
3)    Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok
4)    Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
5)    Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.
6)    Guru memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin tertinggi.
7)    Guru memberikan evaluasi.
8)    Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.
Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan
pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD
Skor Kuis
Poin peningkatan
Lebih dari 10 point di bawah skor dasar
1-10 point di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar
5
10
20
30
30
Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar
(Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)
Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan
yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin
peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan

kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok
Kriteria
Nilai Perkembangan
Excellent
The best teams
Good teams
General teams
22,6 – 30
15,1 – 22,5
7,6 – 15,0
≥7,5
 (Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

·         Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD
Menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006:26):        
1)    Meningkatkan kecakapan individu
2)    Meningkatkan kecakapan kelompok
3)    Meningkatkan komitmen
4)    Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
5)    Tidak bersifat kompetitif
6)    Tidak memiliki rasa dendam
·         Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu:
1)   Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
2)   Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.


6.    MIND MAPPING
Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa..
Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif.
Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis. Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).
·         Langkah-langkah pembelajarannya :
1)    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)    Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3)    Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4)    Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5)    Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6)    Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa.
7)    Kesimpulan/penutup.

·         Prinsip Dasar Mind Mapping
Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon.
·         Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan mind mapping:
o   Manfaat:
1)            Merencana
2)            Berkomunikasi
3)            Menjadi Kreatif
4)            Menghemat Waktu
5)            Menyelesaikan Masalah
6)            Memusatkan Perhatian
7)            Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran
8)            Mengingat dengan lebih baik
9)            Belajar Lebih Cepat dan Efisien
10)         Melihat gambar keseluruhan
o Kelebihan
1)            Cara ini cepat
2)            Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda
3)            Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
4)            Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
o    Kekurangan
1)            Hanya siswa yang aktif yang terlibat
2)            Tidak sepenuhnya murid yang belajar
3)            Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan


7.    MAKE A MATCH
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siwa tenyata dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa .
Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa .
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30)
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

·                Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
1)     Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2)     Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3)     Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4)     Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara” .
5)     Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6)     Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7)     Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8)     Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9)     Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”

·         Kelebihan
1)    Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2)    Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3)    Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50% .
4)    Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
5)    Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

·         Kelemahan:

1)    Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2)    Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3)    Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4)    Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
8.    THINK PAIR SHARE (TPS)
Strategi think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagai adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
·         Langkah-langkah
1)    Berpikir ( thinking )
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
2)    Berpasangan ( pairing )
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3)    Berbagi ( sharing )
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.

·         Langkah-langkah:
1)      Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2)      Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3)      Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4)      Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
5)      Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
·         Kelebihan TPS (Think-Pair-Share)
1)     Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
2)     Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
3)     Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
4)     Interaksi lebih mudah.
5)     Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
6)     Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
7)     Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.
8)     Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.
9)     Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
10)   Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
11)   Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
12)   Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
13)   Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
14)   Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.
15)   Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
16)   Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
17)   Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
18)   Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
19)   Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
20)   Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
21)   Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

·         Kelemahan TPS (Think-Pair-Share)
1)     Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.
2)     Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
3)     Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
4)     Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
5)     Lebih sedikit ide yang muncul.
6)     Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
7)     Menggantungkan pada pasangan.
8)     Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.
9)     Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
10)   Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.
11)   Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.
12)   Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak
13)   Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
14)   Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas.
15)   Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
16)   Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.
9.    ARTIKULASI
.Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
·         Langkah-langkah:

1)     Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)     Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3)     Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4)     Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5)     Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6)     Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7)     Kesimpulan/penutup.

·         Kelemahannya:

1)    Untuk mata pelajaran tertentu
2)    Waktu yang dibutuhkan banyak
3)    Materi yang didapat sedikik
4)    Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
5)    Lebih sedikit ide yang muncul
6)    Jika ada perselisihan tidak ada penengah

·         Kelebihannya:

1)    Semua siswa terlibat (mendapat peran)
2)    Melatih kesiapan siswa
3)    Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
4)    Cocok untuk tugas sederhana
5)    Interaksi lebih mudah
6)    Lebih mudah dan cepat membentuknya
7)    Meningkatkan partisipasi anak
10. ROLE PLAYING

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Tujuan pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk:
(a) menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak;
(b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan
(c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.

Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran PKn standar kompetensi memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)

·         langkah-langkah:
1)    Guru menyiapkan scenario pembelajaran
2)    Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut
3)    Pembentukan kelompok siswa
4)    Penyampaian kompetensi
5)    Menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
6)    Kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon
7)    Presentasi hasil kelompok
8)    Bimbingan penyimpulan dan refleksi.

·         Kelebihan
1)    Melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.
2)    Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar.:
3)    Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
4)    Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
5)    Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
6)    Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
7)    Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias
8)    Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
9)    Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
10) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja

·         Kelemahan
1)    Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak
2)    Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya
3)    Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu
4)    Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai
5)    Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini


11. GROUP INVESTIGATION

Group Investigation
 merupakan  salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif  yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.  Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atauknowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1)    Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2)    Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3)    Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang  telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.

·         Langkah-Langkah:
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)  Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2)    Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.
3)    Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4)    Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5)    Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6)    Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

·         Tahapan-tahapan:
Enam Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigationdapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

·         Ciri-Ciri:
Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-ciri, yakni sebagai berikut:
1)    Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationberpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
2)    Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
3)    Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
4)    Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
5)    Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsuasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
·         Kelebihan:
1)    Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2)    Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3)    Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
4)    Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
5)    Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
·         Kelemahan:
Model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu yang lama.

12.  BERTUKAR PASANGAN

Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).
Jadi ,model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal.dan menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran., Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua 
bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

·         Ciri-Ciri:
Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1)       Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2)       Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3)       Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4)       Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

·         Langkah-langkah:
1)    Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2)    Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3)    Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
4)    Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.


5)    Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
6)    Kesimpulan.
7)    Penutup.

·         Kelebihan:
1)     Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2)     Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3)     Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4)     Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun, siswa tetap antusias belajar.

·         Kelemahan:
1)    Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2)    Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.

13.  SNOWBALL THROWING

Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran siswa Pkn, model Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.
Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan lingkungan pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

·         Langkah-langkah:
1)    Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2)    Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3)    Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4)    Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5)    Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6)    Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7)    Guru memberikan kesimpulan.
8)    Evaluasi.
9)    Penutup.

·         Kelebihan:

1)    Melatih kesiapan siswa.
2)    Saling memberikan pengetahuan.

·         Kekurangan:

1)    Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2)    Tidak efektif.



14.  STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu pembelajaran pada apresiasi drama akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara aktif ikut serta baik itu dalam kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi sastra sebagai pelakunya.

·        Langkah-langkah:

1)    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/KD.
2)    Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
3)    Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4)    Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5)    Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6)    Penutup

·        Kelebihan:
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.

·        Kekurangan:
1)     Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2)     Banyak siswa yang kurang aktif






15. COURSE REVIEW HORAY
Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau yel-yel lainnya yang disukai.
Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.




·         Langkah-Langkah:
1)    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)    Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab
3)    Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
4)    Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.
5)    Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau kotak yang nomornya disebutkan guru.
6)    Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7)    Bagi yang benar,siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung berteriak horay atau menyanyikan yel-yelnya.
8)    Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9)    Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak memperoleh horay.
10) Penutup

·         Kelebihan:
1)    Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
2)    Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
3)    Siswa lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
4)    Melatih kerjasama

·         Kelemahan:
1)    Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan
2)    Adanya peluang untuk curang

16. COURSE REVIEW HORAY

Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau yel-yel lainnya yang disukai.
Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.

·         Langkah-Langkah:
1)    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)    Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab
3)    Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
4)    Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.
5)    Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau kotak yang nomornya disebutkan guru.
6)    Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7)    Bagi yang benar, siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung berteriak horay atau menyanyikan yel-yelnya.
8)    Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9)    Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak memperoleh horay.
10) Penutup

·         Kelebihan:
1)    Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
2)    Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
3)    Siswa lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
4)    Melatih kerjasama

·         Kelemahan:
1)    Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan
2)    Adanya peluang untuk curang


17. EXPLICIT INSTRUCTION

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”
Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.” Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27), bahwa suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latiham mandiri.
·         Prinsip
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.

·         Langkah-langkah:
1)    Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2)    Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3)    Membimbing pelatihan.
4)    Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5)    Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

·         Sintaknya:
1)    Sajian informasi kompetensi,
2)    Mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural,
3)    Membimbing pelatihan-penerapan,
4)    Mengecek pemahaman dan balikan,
5)    Penyimpulan dan evaluasi,
6)    Refleksi.

·         Kelebihan:
1)    Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2)    Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.

·         Kekurangan:
1)    Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2)    Untuk mata pelajaran tertentu.


18. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002).

·         Langkah-langkah:

1)    Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2)    Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3)    Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4)    Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5)    Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6)    Penutup.

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
1)      Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
2)      Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
3)      Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
·         Kelebihan:
1)    Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
2)    Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;
3)    Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama.
4)    Pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5)    Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6)    Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna.
7)    Menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain.
8)    Membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003).

·         Kekurangan:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.


19. WORD SQUARE
Model pembelajaran Word Square merupakan pengembangan dari metode ceramah yang diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui pengelompokkan metode ceramah yang diperkaya yang berorientasi kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran sebagaimana disebutkan oleh Mujiman (2007)
Model Pembelajaran  Word Square merupakan model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip seperti mengisi  Teka-Teki Silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf/angka penyamar atau pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran.Tinggal bagaimana Guru dapat memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka pengecoh bukan untuk mempersulit siswa namun untuk melatih sikap teliti dan kritis.
Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini merupakan kegiatan belajar mengajar dengan cara guru membagikan lembar kegiatan atau lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.
Instrument utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom yang telah disediakan.

·         Langkah-Langkah:
1)    Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
2)    Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh.
3)    Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban secara vertikal, horizontal maupun diagonal.
4)    Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.

·         Kelebihan:
1)    Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2)    Melatih untuk berdisiplin.
3)    Dapat melatih sikap teliti dan kritis.
4)    Merangsang siswa untuk berpikir efektif.
Model pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan penguat siswa terhadap materi yang disampaikan. Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari jawaban dalam lembar kerja. Dan tentu saja yang ditekankan disini adalah dalam berpikir efektif, jawaban mana yang paling tepat.

·         Kekurangan:
1)    Mematikan kreatifitas siswa.
2)    Siswa tinggal menerima bahan mentah
3)    Siswa tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.
Dalam model pembelajaran ini siswa tidak dapat mengembangkan kreativitas masing-masing, dan lebih banyak berpusat pada guru. Karena siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru, dan jawaban dari lembar kerja pun tidak bersifat analisis, sehingga siswa tidak dapat menggali lebih dalam materi yang ada dengan model pembelajaran word square ini.






20. TIME TOKEN
Model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.

·         Langkah-Langkah:

1)      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2)      Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3)      Guru memberi tugas pada siswa.
4)      Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.
5)      Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
6)      Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk membacakan puisi secara bergiliran dan siswa yang lain mengomentari puisi yang dibaca siswa dengan menggunakan kupon berbicara)

·         Kelebihan:

1)    Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.
2)    Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
3)    Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
4)    Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara)
5)    Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
6)    Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik
7)    Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
8)    Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
9)    Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
10) Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
11) Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
12) Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
13) Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran
Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time token digunakan agar siswa aktif bertanya dalam berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara misalnya 30 detik, diharapkan siswa secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

·         Langkah-Langkah:
1)    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2)    Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL).
3)    Tiap siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
4)    Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya.
5)    Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.

SUMBER:

https://teguhtdodo.wordpress.com/2014/08/02/41-macam-model-metode-pembelajaran-efektif/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar